Selasa, 17 Februari 2015

Tanya jawab transaksi halal-haram dan solusinya agar tidak haram (1)



Kasus-1: Fulan  butuh uang Rp 5 juta datang ke Lembaga Keuangan (BMT) untuk menyampaikan keperluannya. Fulan  minta agar motornya bisa dibeli BMT Rp 5 juta, kemudian motor tersebut akan dia beli lagi dengan cara angsuran. Pihak BMT setuju membeli motor Fulan Rp 5juta dan menjual lagi secara kredit kepada Fulan senilai Rp 6 juta diangsur satu tahun. Bolehkah?
Pendapat hukum: Transaksi pada Kasus-1 di atas haram karena termasuk jual beli ‘inah. Motor tersebut hanya dijadikan sarana sebagai pengganda uang, termasuk riba, hukumnya haram.

Kasus 2: Fulan butuh uang Rp 5 juta. Datang ke BMT untuk pinjam uang dengan menggadaikan motornya. Karena Fulan masih butuh motor tersebut untuk operasional, dia minta agar bisa tetap memakai motor tersebut. BMT setuju memberikan pinjaman Rp 5 juta dan diangsur 10 bulan. BMT minta motor Fulan sebagai barang gadaian. BMT kemudian menyewakan sepeda motor tersebut kepada Fulan dengan biaya sewa Rp 100 ribu per bulan selama Fulan belum bisa lunasi utangnya.  Bolehkah demikian?
Pendapat hukum: Transaksi pada Kasus-2 di atas haram. Masuk kategori riba karena menerima lebihan dari pokok pinjaman. BMT tidak boleh menyewakan sepeda motor kepada pemiliknya sendiri. Pada hakekatnya barang gadaian tetap milik Fulan, sehingga Fulan yang berhak meramut. Tidak pantas jika Fulan menyewa sepeda motor miliknya sendiri kepada BMT yang tidak memiliki hak kepemilikan atas sepeda motor tersebut. Jika barang gadaian tersebut dititipkan, disimpan oleh BMT, baru BMT boleh meminta biaya titipan sebagai biaya peramutan barang gadaian tersebut. Besarnya biaya titipan tidak boleh diprosentasekan dengan pinjaman yang diberikan.

Solusi Kasus-1 dan Kasus-2:
Alternatif-1: BMT membiayai pembelian emas untuk Fulan seberat 10 gram (senilai sekitar Rp 5 juta). Nanti Fulan wajib mengembalikan emas dengan berat yang sama setelah satu tahun, atau sesuai dengan jangka waktu yang disepakati. Emas tersebut oleh Fulan dijual ke toko emas, sehingga Fulan bisa memperoleh uang tunai untuk keperluannya.
Catatan: BMT tidak boleh mensyaratkan agar emas tersebut dijual kembali padanya. Pada saat jatuh tempo, Fulan mengembalikan emas seberat 10 gram pada BMT.
Alternatif-2: Fulan menggadaikan salah satu asetnya ke BMT (motor, emas, dll). BMT memberikan pinjaman Rp 5 juta dan menerima barang gadaian dari Fulan. BMT menetapkan biaya titipan atas aset milik Fulan yang digadaikan tersebut, misalnya sebesar Rp 2 ribu per hari.

Kasus-3: BMT memberikan pinjaman pada Fulan Rp 5 juta. BMT minta biaya administrasi sebesar 2% dari nilai pinjaman. Bagaimana?   
Pendapat hukum: Transaksi tersebut haram, masuk dalam kategori riba. Biaya administrasi tidak boleh diprosentasekan dengan pokok pinjaman.
Solusi Kasus-3: Biaya administrasi ditetapkan secara nominal dalam jumlah tertentu sesuai dengan yang dikeluarkan. Biaya-biaya yang harus dikeluarkan sebagai konsekuensi dari timbulnya suatu akad. Contoh: biaya alat tulis, meterai, upah saksi, upah tukang ketik, dan lain-lain.

Kasus-4:  Fulan mengajukan pembiayaan beli tanah ke BMT senilai Rp 100 juta. BMT kemudian membelikan tanah tersebut. Setelah terbeli, BMT kemudian menjual kembali tanah tersebut pada Fulan senilai Rp 120 juta diangsur selama 5 tahun (akad murabahah). Ternyata setelah jangka waktu yang ditetapkan habis (5 tahun), Fulan belum bisa melunasi angsuran.  Misalkan masih tersisa Rp 20 juta yang belum dilunasi. BMT kemudian memperpanjang waktu angsuran 1 tahun lagi, namun mensyaratkan Fulan nantinya harus melunasi senilai Rp 22 juta. Boleh tidak ini?
Pendapat hukum:  Transaksi di atas haram, masuk dalam kategori riba nasi’ah.  Jika belum bisa melunasi  pada saat jatuh tempo, BMT bisa memperpanjang  pengembalian tanpa mengenakan tambahan dari kewajiban yang belum dilunasi.
Solusi Kasus-4: Pada saat akad murabahah, dicantumkan jual beli tanah dengan hitungan per meter persegi harganya Rp 240 ribu. Tanah yang diperjual belikan seluas 500 m2. Pada saat jatuh tempo ternyata A baru bisa mengangsur senilai Rp 96 juta. Oleh BMT diperhitungkan, bahwa A baru bisa beli tanah seluas  400m2. Jika A ingin membeli semua tanah tersebut seluas 500m2, maka BMT menghitung ulang harga jual tanah terbaru sesuai harga pasar. BMT kemudian menjual sisa 100m2 tanah yang belum dibayar A dengan harga per m2 senilai Rp 300ribu. Sehingga sisa yang harus dibayar A sebesar Rp 300ribu x 100m2= Rp30 juta diangsur 1 tahun. /** 
Dr. H. Ardito Bhinadi, SE., M.Si

0 komentar:

Posting Komentar